LimaSisiNews, Yogyakarta (DIY) –
Dua Konfederasi besar serikat buruh dan serikat pekerja di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang konsisten memperjuangkan kepentingan masyarakat pekerja maupun membela hak buruh dan kelas pekerja DIY, yaitu Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (K-SBSI) dan Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (K-SPSI) menggelar acara Halal Bi Halal di Sekretariat K-SBSI Koordinator Wilayah (Korwil) DIY, Sabtu (13/05/2023).
Acara yang digelar keluarga besar dua konfederasi serikat itu sekaligus digunakan untuk meningkatkan konsolidasi gerakan kolektif berbasis kerakyatan masuk ke arena politik formal.
Hadir dalam acara tersebut, Ketua KSBSI Korwil DIY, Dani Eko Wiyono beserta Ketua KSPSI DIY, Ruswadi dan jajarannya bersama seluruh pengurus konfederasi serikat di tingkat kabupaten/kota se-DIY.
Dalam acara tersebut, kedua elit KSPSI dan KSBSI Provinsi DIY tersebut sepakat merespons pertentangan kepentingan kelas pekerja melawan dominasi kepentingan politik negara yang akan semakin mengeras usai golnya Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja. Apalagi, pemerintah telah menutup pintu negosiasi.
Konsistensi gerakan kedua kekuatan konfederasi serikat yang sejak awal telah bersinergi dalam menuntut pemerintah agar bekerja bukan menfasilitasi kepentingan pemodal dan penguasa, melainkan bekerja demi kepentingan seluruh rakyat itu, kemudian dengan penuh percaya diri menyatakan bahwa nasib Indonesia berada di tangan rakyatnya.
Terlebih, muncul kesadaran politik baru untuk merespons jalannya pemerintahan. Kedua konfederasi serikat itu menilai pemerintah masih enggan menjalankan tuntutan yang selama ini diperjuangkan buruh dan kelas pekerja, jika tanpa ditopang kekuatan rakyat yang dapat mengancam secara nyata kepentingan oligarki dan mengubah perimbangan kekuatan.
Untuk itu, mereka mengambil langkah lebih lanjut ke arah yang lebih strategis yaitu mempersiapkan kekuatan rakyat agar mampu mengubah perimbangan kekuatan dalam mengendalikan jalannya kekuasaan. Kedua Konfederasi Serikat itu memutuskan perlu berpartisipasi secara bermakna dalam sistem politik untuk menantang kekuasaan oligarki. Itu artinya, mereka mesti berpartisipasi secara aktif dalam Pemilu 2024, mencalonkan diri, hingga mendukung kandidat yang akan memprioritaskan kebijakan pro-rakyat maupun mengadvokasi masyarakat lebih demokratis dan adil.
Mereka menilai kuasa oligarki yang melingkupi pemerintahan saat ini harus mulai ditantang secara serius. Kedua Konfederasi Serikat di tingkat DIY itu kemudian menyerukan bahwa keterlibatan dalam arena politik formal adalah suatu keharusan.
“Pemerintah semenjak tahun 2019, kita rasakan menerbitkan Undang-Undang Cipta Kerja atau Omnibus Law. Kemudian, Omnibus Law itu [dinilai] lebih jelek daripada Undang-Undang Nomor 13 [UU Ketenagakerjaan], makanya banyak penolakan-penolakan,”ucapnya Ruswadi.
Akhirnya sejumlah Konfederasi Serikat Pekerja pun mengajukan judicial review terhadap UU Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi (MK). Keberhasilan upaya judicial review terhadap UU Cipta Kerja disusul munculnya putusan MK Nomor 91 tahun 2021 menyatakan UU Cipta Kerja cacat konstitusional permanen karena bertentangan dengan UUD 1945.