Bahan baku sampah untuk membuat wayang didapat dari lingkungan sekitar. Terutama saat Iskandar bersepeda pagi, ia menemukan sampah dan dibawa pulang untuk bahan baku membuat wayang. Misalnya sampah kertas dari bekas kardus makanan. Terkadang dia juga mendapat bahan baku sampah dari temannya.
Iskandar menjelaskan sampah-sampah yang didapat dibersihkan dan dijemur. Contohnya sampah berbahan kertas seperti kardus dibersihkan dengan kain lap basah dan dijemur. Setelah itu membuat gambar pola atau sket karakter wayang pada kertas atau plastik yang telah dibersihkan. Kertas bekas itu lalu dipotong mengikuti pola. Kemudian gambar wayang itu diwarnai dengan cat akrilik. Terakhir memasang bilah kayu untuk kerangka wayang dan menggerakkan tangan wayang.
“Yang penting warna simbol wayang masuk dulu di muka karena muka merupakan simbol wayang wataknya seperti apa,” ucap ayah beranak dua itu.
Menurutnya untuk membuat satu wayang membutuhkan waktu berbeda-beda tergantung tingkat kesulitannya. Jika sulit, memerlukan waktu sampai berminggu-minggu. Satu wayang dijual dengan harga bervariasi tergantung tingkat kesulitan dan nilai apresiasi dari para pembeli. Mulai dari harga Rp 25 ribu bahkan karya wayang Iskandar paling tinggi mendapatkan harga di atas Rp 1 juta. Untuk itu dia mengajak masyarakat mencintai lingkungan dengan memilah sampah dan berkarya dari sampah karena hasilnya bisa berlipat.
“Sampah yang kira-kira bisa untuk kompos dibuat kompos. Sampah yang bisa untuk karya seni dibikin karya seni. Karena kalau bisa mengubah sampah menjadi ‘emas’ dengan nilai jual tinggi. Kalau sampah dijual ke pelapak-pelapak daur ulang, perkilonya murah, tapi kalau dibuat karya bisa berlipat-lipat,” paparnya.
Iskandar memamerkan karya wayang pertama kali di Jakarta. Misalnya di Taman Ismail Marzuki dan mendapat respon positif sehingga dirinya sering diundang mengisi workshop terkait pemanfaatan sampah. Pada tahun 2017, dia diundang ke Thailand oleh lembaga nirlaba untuk pameran tunggal dan workshop. Dari kegiatan itu, wayang-wayangnya dipamerkan secara tetap di Bangkok Art and Culture Centre di Thailand sampai kini. Karya wayang sampah juga dibawa ke Perancis dan menjadi koleksi museum etnografi di Belanda. Setelah kembali ke Kota Yogyakarta, dia juga dilibatkan dalam pameran potensi kegiatan Festival Jogja Kota tahun 2022 yang digelar Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta.
“Karena saya dulu aktif di medsos. Dia (warga mancanegara) mantau dari medsos seperti facebook dan instagram dan berkembang lewat WA,” pungkasnya yang juga memberikan workshop kreasi sampah dari piring plastik bekas dan besek bekas untuk anak-anak sekitar.
pin/disbud