Sepengetahuan Sopani, atapnya pernah diganti ijuk, dan sampai seng. Tak hanya itu, material dinding masjid awalnya adalah kayu dan anyaman bambu. Kemudian, dilakukan penambahan dinding bata untuk eksterior masjid, dengan tujuan pemeliharaan.
Pantauan di lokasi, pada interior masjid juga dipakai anyaman bambu sebagai partisi antar ruangan dan sebagai material plafon. Kolom utama Masjid Saka Tunggal Banyumas terbuat dari kayu solid tanpa sambungan sama sekali. Kolom masjid dihiasi empat buah sayap, dan dipenuhi dengan ukiran bercorak flora.
“Kondisi bangunan ada yang sudah rusak seperti kusen. Belum direnovasi lagi,” ujarnya.
Selain keunikan karena masjid bertiang satu sebagai penopang, tempat ibadah itu juga kerap dikerumuni kawanan kera. Namun tenang saja, karena hewan primata berekor panjang tersebut tidak akan menggigit. Paling hanya akan berlari mengejar makanan, yang mereka ketahui sedang dibawa warga di dekat masjid.
Sopani menjelaskan, banyaknya kawan kera itu sudah ada sejak lama. Tadinya jumlah kera yang berada di sekitar masjid hanya sedikit.
“Sekarang sudah ratusan ekor. Tahun 1977 belum mengerti pisang, kacang, tahunya daun. Nah itu ada pengunjung, makan kacang. Apa yang saya makan, monyet dikasih. Jadi mengerti, sekarang apa saja dimakan,” imbuhnya.
Masjid yang berada di dekat hutan, membuat kawanan kera bisa sewaktu-waktu datang di sekitaran masjid. Maka tidak heran jika pintu masjid lebih sering dalam kondisi tertutup. Sebab, kalau pintunya terbuka, kera akan masuk ke masjid.
“Kalau pintu masjid lepas (buka) tahunya rumah, masuk cari makanan. Jadi jangan sampai pintu lepas, apa saja diambil,” pungkasnya.
Arifin/Ed. MN