“Pengusaha maunya akhiri hubungan kerja, sedangkan pekerja maunya tetap bekerja. Kalau ada perbedaan cara pandang, aturannya, mereka harus duduk bersama untuk mencari jalan tengah. Nah, undangan bipartit sudah kami serahkan ke pihak Pengusaha per tanggal 10 Januari 2025. Kalau Pengusaha memang punya komitmen berbenah diri, saya yakin mereka akan hadir dalam pertemuan bipartit itu,” papar Awang.
“Andaikata perusahaan melakukan PHK, saya harap mereka tidak lupa bahwasanya PHK melahirkan kewajiban untuk membayar pesangon. Aturan umumnya memang seperti itu,” imbuhnya.
Awang mengungkapkan, PT. IGP Internasional ternyata tidak menghadiri perundingan bipartit yang telah diselenggarakan pada tanggal 16 Januari 2025 kemarin.
PT. IGP Internasional justru mengirimkan surat yang pada intinya meminta agar perundingan bipartit ke-1 dijadwalkan ulang (reschedule) ke hari Rabu depan, tanggal 22 Januari 2025. Menanggapi hal tersebut, para pekerja tetap menyambut itikad baik PT. IGP Internasional untuk membangun dialog dan menganggap surat dari PT. IGP Internasional tersebut sebagai undangan untuk perundingan bipartit ke-2 yang resmi.
“Intinya, bipartit ke-1, Kamis (16/01/2025), sudah kami laksanakan kemarin dan kami anggap Pengusaha (PT. IGP) tidak hadir. Terkait Rabu depan, tanggal 22, kami akan hadir, tapi kami anggap itu sebagai bipartit ke-2 dan hal tersebut sudah kami sampaikan melalui surat resmi kepada Pengusaha,” pungkas Awang.
Ar/Ed. MN