Penjelasan dari pihak PT. KIM tersebut membuat Hendrik Kurniawan angkat bicara. Menuritnya, terdapat beberapa poin yang menjadi masalah, yaitu:
- Pada saat melakukan sosialisasi dalam acara di kantor kelurahan tersebut, PT. KIM tidak menunjukkan bukti (fisik) SPMHAT yang mereka miliki sebagai alat bukti yang menjadi dasar hukumnya;
- PT. KIM hanya memberikan surat himbauan pengosongan lahan, dimana dalam surat tersebut dijelaskan bahwa PT. KIM tidak ada memberi ganti ganti rugi kepada warga.
Masih menurut Hendrik, menurut Undang-Undang (UU) Nomor: 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Umum, pada BAB VI dan sudah dijelaskan pada Pasal 57 tentang hak, kewajiban, dan peran serta masyarakat.
Selanjutnya, Hendrik menilai bahwa PT. KIM telah mengabaikan aset yang sudah dibeli tahun 1992, dimana sesuai Yusprudensi Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia (RI) Nomor: 329 K/SIP/1957 Tanggal 24 September 1958 ditegaskan bahwa “Orang-orang yang membiarkan saja tanah menjadi haknya selama 18 tahun dikuasai oleh orang lain dianggap telah melepaskan hak atas tanah tersebut (Rechtsverwerking).
Kaidah hukum ini menyatakan bahwa:
- Pemegang hak yang tidak menguasai fisik tanah dianggap telah melepaskan haknya;
- Penguasaan fisik tanah selama bertahun tahun dianggap telah memperoleh hak miliknya;
- Penguasaan fisik secara jujur harus dilindungi oleh hukum.
Dalam praktek di lapangan menurut pandangan Hendrik bahwa PT. KIM diduga melakukan tindakan abuse of power dalam melakukan tindakan eksekusi objek yang terjadi di Lorong Jaya dan Lorong Pahlawan.
“Sangat disayangkan hal seperti ini terjadi yang jauh dari cerminan dasar hukum dan Undang-undang Dasar 1945, serta pada Sila ke 4 dan ke 5 (Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan; dan Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia),” jelas Hendrik.
Terpisah, Ketua Pimpinan Anak Cabang (PAC) LSM Penjara-PN Medan Deli, Dedi Sigalingging yang didampingi Sekretarisnya, Junianto Marbun mengatakan, “Sembari menunggu arahan dan persiapan dari Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Kota Medan, yaitu Abanganda Tambun Simbolon, S.H., maka sejauh mana pun dan atas dasar hukum mana pun kami akan tetap memperjuangkan keluhan masyarakat terkait penggusuran yang kami anggap tidak manusiawi. Kedepannya, kami tidak akan menyerah, meminta PT. KIM untuk bisa mempertanggungjawabkan hak warga yang mereka gusur sesuai jalur hukum yang berlaku di Indonesia,” pungkas Dedi.
JM/Ed. MN