Perlakuan PT KAI seolah olah seperti perlakuan penjajah VOC yang dilegitimasi oleh Kraton Ngayogyokarto Hadiningrat dengan alasan kepentingan umum padahal ujung-ujungnya hanya untuk mengisi pundi pundi BUMN PT KAI dan Kraton Ngayogyokarto Hadiningrat, jadi ingat perjuangan Pangeran Diponegoro dalam perang jawa.
Konstitusi yang merupakan dasar/standing dalam menyelenggarakan negara ini dan merupakan kontrak politik ketika negara merdeka 17 Agustus 1945 sangat jelas bahwa tujuan negara adalah memajukan kesejahteraan umum bukan kesejahteraan BUMN dan kraton maka situasi kondisi obyektif dalam persoalan rakyat lempuyangan adalah adanya proses pemiskinan rakyat.
Dalam batang tubuh UUD 1945 jelas termaktub bahwa bertempat tinggal yang layak adalah hak rakyat bukan kewajiban rakyat, maka menjadi kewajiban ketika ada institusi sebesar dan sekuasa PT KAI dan Kraton ingin memanfaatkan haknya untuk juga memikirkan hak bertempat tinggal bagi rakyat yang terdampak tersebut secara layak.
Bahasa Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubowono X jelas “Harus ada empati”. Empati adalah penuhi hak tinggal rakyat, penuhi hak mendapatkan pekerjaan yang layak karena ketika mereka tercerabut dari akarnya itu artinya juga mencabut ruang hidup rakyat.
2010-2012 mereka adalah juga pejuang-pejuang keistimewaan, apakah mereka juga akan bernasib sama dengan pejuang-pejuang kemerdekaan tidak menikmati hasil perjuangan dan yang menikmati adalah mereka yang bukan pejuang. Ironis memang tapi itulah keikhlasan dan tidak punyanya kekuasaan membuat mereka akan kehilangan ruang hidupnya, bukan hanya satu keluarga, satu nyawa tetapi bisa “Puluhan, ratusan bahkan ribuan nyawa rakyat.”
Bunda relakan darah juang kami tuk membebaskan Rakyat
Tlatah Gayam 7 Mei 2025
Antonius Fokki Ardiyanto S.IP
Jubir Warga Terdampak