“Dalam kunjungan Kaisar Jepang kali ini, Kawedanan Radya Kartiyasa memamerkan beberapa koleksi Keraton Yogyakarta berupa Batik motif Parangrusak Barong, Batik motif Kawung, Batik Motif Purbanegara, Batik motif Sidaluhur, Pusaka Keris, dan tentunya Manuskrip,” imbuh Carik Kawedanan Radya Kartiyasa Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat Nyi R. Ry. Noorsundari.
Dalam kesempatan ini, Keraton Yogyakarta memamerkan Manuskrip bertajuk Serat Baratayuda yang dibuat pada masa Sri Sultan Hamengku Buwana VII-VIII. Serat ini bercerita tentang perang saudara Pandawa dan Kurawa, karena Kasultanan Yogyakarta bersendikan Islam, maka Pandawa melambangkan prinsip keislaman (Rukun Islam), Kurawa melambangkan 100 dosa yang harus dilawan manusia. Pada akhir peperangan Pandawa yang menang, walaupun banyak sekali korban.
Adapun pementasan Beksan Lawung Jajar di Tratag Bangsal Kencana juga menjadi sajian dalam lawatan Yang Mulia Kaisar Jepang. “Tarian di kraton itu ada tingkatan-tingkatannya. Selain Bedhaya Beksan Lawung ini termasuk yang memiliki strata tertinggi. Beksan ciptaan Sri Sultan Hamengku Buwono I ini adalah salah satu tarian tertua yang dimiliki Keraton Yogyakarta. Oleh karena itu, beksan ini kerap ditampilkan saat Keraton Yogyakarta menerima kepala-kepala negara sahabat seperti halnya Kaisar Jepang,” tutur Penghageng Kawedanan Kridhamardawa KPH Notonegoro.
Beksan Lawung Ageng diciptakan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I (1755 – 1792) yang menggambarkan adu ketangkasan prajurit bertombak. Tarian ini menggambarkan suasana berlatih perang dan adu ketangkasan dalam bermain tombak. Gerakan-gerakan dalam tarian ini mengandung unsur heroik, patriotik, dan berkarakter maskulin. Dialog yang digunakan dalam tarian merupakan campuran dari bahasa Madura, Melayu, dan Jawa. Dialog tersebut umumnya adalah perintah-perintah dalam satuan keprajuritan.
Seperti tari gaya Yogyakarta lainnya, Beksan Lawung Ageng juga mengandung falsafah hidup. Melalui tarian ini Sri Sultan Hamengku Buwono I menanamkan nilai-nilai keberanian serta ketangkasan seorang prajurit keraton. Selama lebih dari dua abad, tari ini telah menjadi sarana pembentukan karakter jiwa seorang ksatria melalui kedisiplinan berolah fisik dan berolah batin.
Sebelum mengakhiri lawatannya, Yang Mulia Kaisar Jepang bersantap malam di Bangsal Manis bersama dengan Sri Sultan HB X didampingi GKR Hemas, Putri Dalem, Mantu Dalem, dan Wayah Dalem. Beberapa menu yang disajikan seperti setup jambu, sop ayam galantin, sate ayam jeruk nipis, udang bakar madu, dan es teler cake.
Yang Mulia Kaisar Jepang beserta rombongan beranjak meninggalkan Keraton sekitar pukul 19.50 WIB untuk meneruskan agenda selanjutnya keesokan harinya di Provinsi Jawa Tengah.
Arifin/ed. MN