“Kita diajarkan untuk memberi sedekah walau pun sedikit tapi memberi berkah. Dan ini akan sangat menepis anggapan di luar sana, bahwa Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat yang notabenenya masih menerjemahkan bahwa udhik-udhik dan hajat dalem gunungan masih dianggap mitos atau bahkan sirik dan tidak ada tuntunan, justru hal ini diambil dari tuntunan islam. Kita maknai bersama dan lestarikan tradisi budaya yang dibawa hingga detik ini,” jelas Raden Wedono Abdulrohmanu.
Pada kesempatan ini, prosesi garebeg ini mendapat sambutan antusias yang sangat besar dari masyarakat. Berbagai kalangan masyarakat hadir, baik yang baru pertama kali menyaksikan maupun yang sudah berkali-kali ikut serta dalam prosesi upacara ini.
“Menurut saya seru dan hal ini juga untuk melestarikan budaya. Dan barang yang saya dapat rencananya digunakan untuk tanaman yang kata orang-orang biar subur, dikarenakan ini saya baru pertama kalinya jadi ingin mencoba,” tutur Supriyanto, warga asal Sleman yang baru pertama kali ikut serta dalam prosesi Garebeg Mulud.
Sementara, Dyah Ayu warga asli Jogja mengatakan bahwa keikutsertaannya dalam garebeg kali ini menjadi pengalaman ketiganya.
“Tapi baru pertama kali dapet wajik. Ngalap berkah dari gunungannya karena waktu ikut kegiatan grebeg yang sebelumnya belum berani buat mendekat ke kerumunannya,” ungkap Dyah.
Dyah Ayu pun menyebutkan, wajik yang didapatkannya akan disimpan. Ia percaya bahwa barang tersebut merupakan berkah dalem.
Ar/Ed. MN