Melalui penurunan pajak pengusaha tersebut maka dana yang ada dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan buruh. Kenaikan upah buruh tidak dapat dipaksakan di atas 7 persen karena kondisi saat ini banyak perusahaan yang sedang menurun usahanya. Oleh karena itu ia menuntut kenaikan gaji yang layak sesuai persentase kebutuhan hidup layak beserta penurunan harga sembako.
“Sebenarnya upah buruh tidak dinaikkan tidak menjadi masalah dengan catatan harga sembako dan lain-lain murah. Namun kondisi saat ini pajak dinaikkan apalagi tahun 2025 akan mengalami kenaikan 2 persen. Sementara pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) yang terus berjalan memerlukan pembiayaan besar tetapi tidak dipikirkan dampak terhadap rakyatnya. Jika pajak di Indonesia mengalami kenaikan tidak menjadi masalah asalkan masyarakat sejahtera semua seperti yang diberlakukan negara lain,” ujarnya.
Berdasarkan kajiannya, Dani menyebut, kenaikan pajak dapat berdampak pada kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), biaya transportasi tinggi, harga sembako meningkat,harga jual barang terlalu tinggi, daya beli masyarakat rendah, penjualan menurun, biaya operasional meningkat, devisit perusahaan, Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terjadi dimana-mana.
“Pemerintah diam tak bergeming, daya beli masyarakat semakin rendah, sementara kebutuhan semakin bertambah. Akhirnya kesehatan pun dikesampingkan. Masyarakat terancam gizi buruk dan pada akhirnya kriminalitas semakin meningkat,” papar Dani.
“Selain itu, penegakan hukum melemah dan kepercayaan masyarakat pun menurun yang mengakibatkan adanya pengadilan rakyat dan munculnya parlemen jalanan. Rakyat pun ambil langkah oposisi karena tak ada lagi yang diharapkan, dan akhirnya revolusi adalah solusinya,” tandasnya.
Ar/Ed MN