Tepat di seberang perbatasan Bolivia dengan Peru, situasi serupa berlangsung.
“Matahari terik, sangat terik, orang bahkan tidak bisa berjalan lagi, panas di pedesaan bahkan lebih buruk, dan kami juga tidak punya air,” kata Rosa Sarmiento dari kota kecil Desaguadero di Peru yang terletak di dekat tepi Danau Titicaca.
“Semua orang sangat khawatir,” ujar Sarmiento.
Di wilayah Andes, kekeringan dalam beberapa tahun terakhir telah menyebabkan turunnya tingkat waduk air di tempat-tempat seperti Chile dan menyebabkan gletser-gletser penting menyusut.
Kekeringan telah melanda tanaman seperti gandum dan kedelai, termasuk tahun ini di mana produsen biji-bijian utama di Argentina ikut terdampak.
Di desa Zapana Jayuma di Bolivia, ladang gersang menunjukkan tanda-tanda kerusakan yang jelas akibat panas kekeringan.
“Lahannya sangat kering dan kami belum bisa menanam kentang, kacang panjang, atau ubi,” kata Cecilia Aruquipa, manajer komunitas di desa tersebut.
“Panasnya sangat kuat dan membakar, kami tidak tahan lagi, itulah sebabnya kami semua pergi ke tempat yang teduh karena panasnya sangat menyengat,” ujarnya.
Ant. dari Reuters/MN