“Ini pidana, bukan perdata. Pasal 363 tentang pencurian dengan pemberatan, ancamannya tujuh tahun penjara. Polisi datang ke lokasi baru mereka berhenti panen. Itu bukan perkara perdata. Itu pencurian langsung,” ujarnya.
Saat turun ke lokasi dalam menyikapi laporan kedua polisi sempat mengamankan sejumlah tandan sawit dan dua alat panen sebagai barang bukti. Namun barang bukti tersebut sempat dipertahankan oleh kelompok Aswad CS yang mengaku sebagai pemilik lahan. Bahkan menurut keterangan warga, sawit hasil panen sudah sempat diangkut dengan truk.
Poltak meminta agar sawit yang sempat dipanen sesuai laporan pertama dan laporan kedua tersebut diperlakukan sebagai barang bukti dan ditelusuri kemana hasil panen itu dijual. Ia juga memperingatkan pabrik-pabrik sawit agar tidak menerima hasil panen ilegal.
“Hati-hati kalian pabrik-pabrik yang menerima sawit hasil pencurian. Kami akan usut. Siapa pun bekingnya, saya tidak peduli. Ini negara hukum,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa kliennya memiliki alas hak sah, lengkap dengan surat kepemilikan sejak 2005, dan meminta aparat memberi perlindungan hukum agar bisa kembali beraktivitas dan memenuhi kewajiban pajaknya kepada negara.
Sebelumnya, Kepala Desa Tobing Tinggi Namora, Pande Bosi Lubis saat diwawancarai jurnalis membenarkan bawa lahan tersebut selama ini dikelola oleh Sari Marbun.
“Yang jelas selama ini yang menanam dan mengelola kebun sawit di situ adalah Sari Marbun,” jelasnya.
RP/Ed. MN