“Jadi, kami minta, tolong publikasikan saja masalah ini agar yang lain juga tahu bahwa terlalu besar potongan yang kami terima selama ini,” imbuhnya mengharap.
Ia juga menambahkan, “Waktu kami tanya ke Bendahara, ‘kenapa, kok, cuma segini yang kami terima’, malah dia menjawab, ‘bersyukurlah kalian ada dikasih’,” jelasnya.
Mendengar kata seperti itu para staf dan bidan merasa geram dan ingin segera Aparat Penegak Hukum (APH) mengusut temuan ini demi terwujudnya manajemen Puskesmas yang bebas dari KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme), karena selama ini Kapus diduga sudah berulang kali melakukan penyelewengan dana BOK tersebut.
Saat dimintai keterangan lebih lanjut, di bagian Stafus (Staf Khusus) pemegang program dan PPTK (Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan) diketahui ada juga yang menerima dana BOK Rp2.500.000,- (dua juta lima ratus ribu rupiah), tetapi pihak Puskesmas meminta pengembalian sebesar Rp900.000,- (sembilan ratus ribu rupiah) atau berkisar 36%. Ada juga yang menerima Rp6.500.000,- (enam juta lima ratus ribu rupiah) tetapi pengembalian hingga Rp2.500.000,- (dua juta lima ratus ribu rupiah) atau berkisar 38%. Ini semestinya dipertanyakan, ‘kenapa biaya pengembalian sangat besar?’
“Ada juga Program Pembentukan Kelas Ibu Hamil dan Ibu Balita. Dana tersebut dibagi ke Bidan Desa dan Pemegang Program. Kelas ibu hamil dan ibu balita tidak semua dijalani, dari 13 Nagori hanya 6 Nagori yang dijalani, tetapi tetap dimasukkan ke catatan perjalanan sebanyak 13 Nagori,” tambahnya.
“Total kami ada 11 (sebelas) orang staf yang terdampak dari kejadian ini, Bang. Stafus menerima cuma Rp200.000,- (dua ratus ribu rupiah) per 4 bulan. BKO menerima Rp300.000,- (tiga ratus ribu rupiah) per 4 bulan, dan Bidan Desa Rp600.000,- (enam ratus ribu rupiah) per 4 bulan. Kami ke lapangan bekerja dengan tulus dan ikhlas, tapi kami diginikan, menangis hati ini, Bang,” tutupnya.
Saat dikonfirmasi oleh awak media ini pada Jumat (31/05/2024) terkait dana BOK, ET (Kepala Puskesmas) belum dapat memberi jawaban.
Tim Red/Ed MN