“Atlit kita, Kei, kalah 100 saja. Kita 1.389, mereka yang juara umum 1.390,” imbuhnya.
Reihana Sabrina Puri, bocah kelas 5 SD ini berhasil meraih Juara 1 untuk kelas 300 meter, dan Juara 2 untuk kelas 1.000 meter. Kemudian, Hafiza Kaira Lubna meraih Juara 1 untuk kelas 300 meter Drag race, dan Selsa Bunga Larasati Juara 1 untuk 100 meter. Fairus Yaseta Kei Syandanq Juara 2 untuk kelas 300 meter, dan Muhammad Abyan Mawlana Ghaisani Juara 3 untuk kelas 1.000 meter.
Untuk kelas pemula, Varo, pelajar TK ini berhasil meraih Juara 3 untuk kelas 50 meter (jatuh), dan Juara 2 untuk kelas 100 meter. Sementara Raisya, Juara 2 untuk kelas 50 meter, dan Juara 3 untuk kelas 100 meter. Lalu Tyas, Lala, Noa semuanya Juara I untuk kelas 50 meter dan 100 meter
Meski belum bisa meraih Juara Umum, namun menurutnya prestasi ini sangat membanggakan di tengah fasilitas yang minim. Karena tidak memiliki arena sepatu roda, maka atlit-atlit cilik ini harus berlatih di Pasar Sapi Siyono Harjo. Aspal yang ada di Pasar Sapipun sebenarnya sangat tidak layak untuk latihan sepatu roda.
Hal ini cukup disayangkan mengingat sebenarnya peminat sepatu roda di Gunung Kidul cukup banyak. Namun Gunung Kidul tidak memiliki sarana yang memadai untuk mendukung para atlit berkembang.
Padahal di satu sisi, piagam atau medali dari kejuaraan sepatu roda tersebut bisa menjadi nilai tambah para pelajar ketika hendak mencari sekolah. Di samping itu, sepatu roda sebenarnya juga bisa membantu sektor pariwisata untuk mendatangkan wisatawan.
“Kalau pas kejuaraan itu bisa 1.800 orang yang datang dari berbagai daerah bahkan luar negeri. Mereka akan menginap, tentu multiplayer efeknya cukup besar. Pemerintah seharusnya mendukung atlit sepatu roda ini dengan memberikan fasilitas,” pungkasnya.
Budi/ed. MN