LimaSisiNews, Yogyakarta (DIY) –
Baru-baru ini publik dihebohkan dengan isu akan dihapusnya Operasi Tangkap Tangan (OTT). Padahal OTT adalah senjata yang ampuh guna membongkar modus-modus korupsi di republik ini.
Tentu kita masih ingat betapa para koruptor kelas kakap banyak tertangkap dengan metode OTT. Menurut Mustafa, S.H., seorang praktisi hukum, ini merupakan “corruptor fight back” jika KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) benar-benar akan OTT.
Langkah tersebut juga harus dikaji secara mendalam dan detail berdasarkan kerangka hukum yang ada, khususnya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan UU KPK. Dalam undang-undang tersebut, KPK memiliki kewenangan besar untuk melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi, termasuk melalui OTT sebagai salah satu metode efektif penegakan hukum.
“Meski istilah OTT tidak disebut secara eksplisit dalam undang-undang, kewenangan KPK untuk menangkap tersangka secara langsung diatur dalam konteks penyidikan dan penyelidikan. Pasal 12 ayat (1) UU KPK, misalnya, menyebutkan bahwa penyidik KPK berwenang melakukan tindakan penegakan hukum, termasuk penangkapan, yang mendukung pemberantasan korupsi,”ujar Musthafa, S.H.
Menurut Musthafa, S.H., bahwa penghapusan OTT tanpa dasar hukum yang jelas bisa dianggap melanggar prinsip due process of law.
“Hal ini berpotensi memperlemah mandat KPK sebagai lembaga independen yang diamanatkan untuk memberantas korupsi secara efektif. Jika OTT dihapus, KPK seolah-olah mengurangi implementasi salah satu fungsi utamanya yang telah diatur dalam Undang-Undang,” tambahnya.
Penghapusan OTT juga bisa dianggap tidak sejalan dengan amanat undang-undang, karena: