Seharusnya pemerintah lebih bijak, cukup dilakukan pemanggilan kepada pemilik atau owner dari truk atau muatan tersebut. Dilihat dari sudut pandang kondisi jalan, Dani menilai kerusakan jalan kalau dikatakan karena banyaknya truk yang muatannya melebihi kapasitas, potensi kerusakan jalan itu bukan hanya karena truk-truk yang muatannya melebihi kapasitas tapi bisa jadi karena adanya potensi spesifikasi jalan itu tidak sesuai saat pekerjaan jalan tersebut.
“Selain itu para penyedia jasa kontruksi atau kontraktor ini juga banyak yang mengeluh karena banyaknya fee yang diminta dari para oknum pejabat terkait jika menang lelang,” ungkapnya.
Hal tersebut tentunya berdampak pada proses pekerjaan jalan yang hasilnya kurang maksimal atau tidak sesuai dengan spesifikasi nya. Kemudian dari sisi pengawasan, Dinas perhubungan (Dishub) dalam melakukan giat penimbangan muatan kendaraan (truk) ada potensi dugaan pungli disitu.
“Jadi yang harus ditegaskan disini adalah dari sisi petugas saat penimbangan harus ada pengawasan ketat agar tidak terjadi hal tersebut (over load) dan potensi pungli,” tandasnya.
“Saya selaku ketua SBSI DIY sangat menyesalkan kebijakan tersebut karena itu sangat berdampak pada tingkatan perekonomian. Sopir-sopir truk itu bekerja untuk menafkahi keluarganya, ketika sopir ini menolak untuk diberi muatan lebih dari perusahaan, perusahaan bisa jadi akan pecat mereka atau truk tersebut tidak boleh digunakan dan akhirnya mereka ini tidak ada pendapatan. Dikhawatirkan hal tersebut akan berdampak pada bertambahnya pengangguran,” pungkasnya.
Sebagai informasi, Salah satu poin krusial adalah soal revisi UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, khususnya Pasal 277, yang dinilai menjerat sopir truk dengan ancaman pidana hingga 1 tahun atau denda 24 juta rupiah.
AR