(Oleh: Marolop Nainggolan)
LimasisiNews, Pematang Siantar (Sumut) –
Akhir-akhir ini sering kita dengar bahwa dalam peristiwa kebakaran khususnya yang terjadi di Indonesia, cenderung penyebabnya karena ‘arus pendek’ aliran listrik (korsleting). Melansir berita CNN Indonesia, “Sebanyak 17.768 kasus kebakaran yang terjadi di Indonesia sepanjang 2021, 5.274 kasus di antaranya diakibatkan oleh arus pendek aliran listrik.” (CNN Indonesia, Selasa, 01 Maret 2022). Muncul pertanyaan, apakah yang dimaksud dengan ‘arus pendek’ aliran listrik (korsleting) itu?
Menurut Wikipedia, ‘hubungan pendek’, atau ‘arus pendek’ atau ‘korsleting’ (kortsluiting-Belanda) adalah “suatu hubungan hambatan listrik yang sangat kecil, mengakibatkan aliran listrik yang sangat besar dan bila tidak ditangani dapat mengakibatkan ledakan atau kebakaran.”
Sedang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), korsleting adalah “terputusnya arus listrik karena kawat yang bermuatan arus positif dan negatif bersentuhan sehingga terjadi hubungan pendek.” (KBBI, 1990, hal. 526).
Selanjutnya, mengacu kepada berbagai sumber referensi lain, bahwa “yang menyebabkan terjadinya korsleting (arus pendek listrik) antara lain: (1) Sambungan kabel tidak rapi; (2) Sumber listrik terkena air; (3) Colokan listrik yang menumpuk; (4) Kapasitas kabel tidak sesuai; (5) Sumber listrik dekat sumber panas; (6) Kabel yang digunakan kurang berkualitas (tidak sesuai kapasitas).” (Kompas.com., 03 Maret 2022: 12.12 WIB). Sedang “upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya korsleting antara lain: (1) Memeriksa komponen listrik sebelum digunakan; (2) Pastikan peletakan sumber listrik aman; (3) Perhatikan kapasitas kabel dan stop kontak; (4) Jadwalkan inspeksi listrik secara rutin.” (tugu.com).
Paparan di atas adalah definisi dan upaya pencegahan yang hanya bersifat teoretis. Ketika semua itu dipaparkan kepada masyarakat, belum tentu masyarakat bisa memahami dengan baik, dan belum tentu mampu mengimplementasikan semua teori tersebut secara praktik.
Inilah yang menjadi pokok permasalahan yang perlu dibahas, dan pembahasan yang dilakukan tentu akan mengarah kepada pencegahan kebakaran sebagai akibat terburuk dari terjadinya arus pendek (korsleting), sehingga masyarakat dapat menikmati listrik dengan aman, nyaman, dan tepat guna. Untuk dapat mewujudkannya, sinergitas antara pihak Perusahaan Listrik Negara (PLN) dengan masyarakat tentu sangat diperlukan.
Tatanan Perundang-undangan
Terkait kelistrikan, mulai dari penyediaan, pendistribusian, hingga penggunaan listrik oleh konsumen, semua telah diatur dengan baik dalam tatanan perundang-undangan di Indonesia. Undang-Undang (UU) No. 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan telah mengatur segala hal yang terkait dengan kelistrikan di negara kita ini. Undang-undang ini telah mengatur mulai dari Ketentuan Umum (BAB I Pasal 1), Asas dan Tujuan (BAB II Pasal 2), Penguasaan dan Pengusahaan (BAB III Pasal 3 dan Pasal 4), Kewenangan Pengelolaan (BAB IV Pasal 5), Pemanfaatan Sumber Energi Primer (BAB V Pasal 6), Rencana Umum Ketenagalistrikan (BAB VI Pasal 7), Usaha Ketenagalistrikan (BAB VII Pasal 7 sampai Pasal 17), Perizinan (BAB VIII Pasal 18 sampai Pasal 29), Penggunaan Tanah (BAB IX Pasal 30 sampai Pasal 32), Harga Jual, Sewa Jaringan, dan Tarif Tenaga Listrik (BAB X Pasal 33 sampai Pasal 41), Lingkungan Hidup dan Keteknikan (BAB XI Pasal 42 sampai Pasal 45), Pembinaan dan Pengawasan (BAB XII Pasal 46), Penyidikan (BAB XIII Pasal 47), Sanksi Administratif (BAB XIV Pasal 48), Ketentuan Pidana (BAB XIV Pasal 49 sampai Pasal 55), Ketentuan Peralihan (BAB XV Pasal 56), dan Ketentuan Penutup (BAB XVI Pasal 57 sampai Pasal 58), ditambah lagi dengan Penjelasan tentang isi undang-undang tersebut. Artinya, bahwa seluruh unsur yang terkait dengan ketenagalistrikan dengan lengkap telah diatur dalam undang-undang tersebut.
Melihat tatanan yang baik dan lengkap, dan secara hukum juga posisinya telah kuat, seyogianya permasalahan kelistrikan di Indonesia tidak akan terjadi lagi. Tentu hal ini bisa diperoleh baik oleh produsen maupun konsumen apabila undang-undang tersebut telah dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Namun faktanya, persoalan-persoalan ketenagalistrikan, khususnya terkait dengan penggunaan arus listrik oleh konsumen kerap kali terjadi. Misalnya, pencatatan pemakaian yang kurang akurat oleh petugas sehingga pembayaran oleh konsumen menjadi ‘bengkak’, pelaksanaan tindakan pemutusan yang menurut konsumen tidak sesuai prosedur sesuai aturan dan peraturan yang berlaku, dan sebagainya, termasuk juga peristiwa kebakaran yang dipicu oleh arus pendek, yang sering kita temukan dan ketahui lewat pemberitaan-pemberitaan di media.
Khusus tentang arus pendek, yang sering di-claim sebagai penyebab terjadinya kebakaran, dimana kebakaran menjadi ‘momok’ yang menakutkan bagi masyarakat (konsumen) karena selain berdampak pada kerugian materil, juga berisiko menelan korban jiwa. Oleh karena itu, hal ini sangat perlu diantisipasi sedini mungkin, paling tidak diminimalisir.
Sinergitas PLN dengan Masyarakat
PLN sebagai pihak produsen, pengelola serta distributor arus ketenagalistrikan di Indonesia, adalah pihak yang lebih tahu tentang manfaat yang dapat diperoleh dan risiko yang bisa terjadi (bila salah menggunakan arus listrik). Selanjutnya, warga masyarakat sebagai pemakai/pengguna (konsumen) arus listrik atas manfaat yang dapat diperoleh adalah pihak yang awam soal ketenagalistrikan. Yang mereka tahu hanyalah menggunakan listrik sesuai kebutuhan mereka. Soal risiko yang bisa terjadi, masyarakat selain awam, juga mungkin tidak mau tahu tentang hal tersebut. Oleh karena itu, khususnya untuk mengantisipasi atau paling tidak meminimalisir risiko yang mungkin terjadi, sinergitas kedua pihak (PLN dan masyarakat) ini sangat perlu dijalin dalam ikatan kerjasama yang baik, yang tentunya selalu mengacu kepada tatanan perundang-undangan yang berlaku.
Peran PLN
a. Penggunaan Listrik yang Aman dan Nyaman
Selain sebagai pihak produsen, pengelola dan distributor arus ketenagalistrikan, PLN adalah pihak yang menguasai tatanan pengelolaan ketenagalistrikan menurut tatanan yang diatur dalam undang-undang. Oleh karena itu, adalah sangat penting bila pihak PLN menyebarluaskan informasi yang terkait dengan ketenagalistrikan seperti yang telah diatur dalam undang-undang tersebut. Hubungan antara pihak dengan PLN dengan masyarakat perlu lebih ditingkatkan. Kalau selama ini hubungan yang terjalin antara pihak PLN dan masyarakat tampak hanya sebatas antara pelanggan dengan pengusaha (transaksional), kiranya dapat ditingkatkan menjadi hubungan sosial masyarakat yang akrab.
Salah satu langkah yang dapat dilaksanakan oleh pihak PLN adalah dengan menggelar kegiatan berupa sosialisasi terkait ketenagalistrikan kepada masyarakat. Kegiatan ini hendaknya dilaksanakan secara terprogram (terencana), rutin, dan konsisten. Kegiatan ini, misalnya, dapat dilaksanakan di tingkat kecamatan kalau belum memungkinkan untuk dilaksanakan setingkat kelurahan (terkait dana/anggaran). Selain kepada masyarakat umum, kegiatan ini juga dapat dilaksanakan di kampus-kampus atau sekolah-sekolah. Dengan demikian dominan unsur dan tingkatan masyarakat dapat terjangkau. Semakin sering kegiatan ini digelar di kalangan masyarakat maka pemahaman tentang ketenagalistrikan oleh masyarakat pun akan semakin mendalam, dan jangkauan kalangan masyarakat yang memahami pun akan meluas pula.
Sesuai dengan judul tulisan ini, terkait penggunaan listrik yang aman, nyaman, dan tepat guna, maka sosialisasi untuk topik ini pun sangat penting dilaksanakan. Bahkan bukan hanya sosialisasi yang bersifat teoretis, tapi juga bersifat praktis dalam implementasi sistem teknik ringan, yang tentunya bertujuan untuk dapat menghindari, mengantisipasi risiko kebakaran akibat arus pendek, atau paling tidak meminimalisir.