LimaSisiNews, Jakarta –
Pimpinan Komisi V DPR RI, Ridwan Bae mempertanyakan soal potongan Pajak Penghasilan (PPh) 21 sebesar 6 persen yang dilakukan tiga aplikator ojek online (ojol), berdasarkan laporan Koalisi Driver Online (KADO).
“Mereka ditarik PPh 21 sebesar 6 persen. Tetapi dasar penarikannya apa? Kemudian, bukti setor seharusnya diberikan kepada driver juga tidak diberikan. Kalau tidak diberikan bukti setornya, lalu uangnya dikemanakan?” katanya dalam dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi V DPR RI di Jakarta, Senin (07/11/2022).
Menjawab pertanyaan tersebut, Presiden of Grab Indonesia atau PT. Grab Teknologi Indonesia, Ridzki Kramadibrata menjelaskan bahwa potongan PPh 6 persen tidak mengada-ada dan benar-benar disetorkan ke Pemerintah.
“Itu adalah pendapatan mitra pengemudi yang didapatkan dari kami, bukan dari penumpang. Bukan yang dilaporkan pengemudi, tapi memang komponen yang kami beri, berupa insentif,” katanya.
Ridzki juga memastikan tidak sepeser pun potongan tersebut diambil aplikator. Ada pun soal bukti potongan pajak yang tidak diberikan kepada mitra pengemudi, menurutnya memang tidak diberikan tetapi bisa diminta per mitra.
“Bukti pemotongan tersebut kami setorkan kepada negara, bisa di-download langsung mitra pengemudi di dalam aplikasinya. Jelas bukti pemotongan dan itu kemana, disetorkan kemana, itu ada bagi mereka. Memang itu komponen unik. Itu pendapatan mereka yang didapatkan dari perusahaan aplikasi,” jelasnya.
Ridzki menambahkan besaran potongan pajak sebesar 6 persen ditetapkan karena tidak ada NPWP sebagaimana aturan yang ada.
“6 persen itu pendapatan mitra pengemudi yang datang dari kami. Dalam bentuk insentif atau program. Biaya jasa langsung tidak diganggu gugat. Itu murni hak mitra. Bensin, helm, penyusutan kendaraan, ada juga komponen keuntungan mitra pengemudi. Memang ada komponennya. Ini juga sudah hasil diskusi Kementerian Perhubungan dengan mitra aplikasi dan juga sudah diskusi dengan mitra pengemudi. Ini sudah berjalan 2-3 tahun,” katanya.