“Sebenarnya dalam wayang itu, disamping hiburan, juga ada ilmu kehidupan, baik makro dan mikro, dengan kemasan sastra yang berbobot dan dibungkus dengan iringan yang nyentuh roso (rasa) istimewa,” imbuhnya.
Mengingat sat ini Indonesia, khususnya Jawa sendiri sedang mengalami krisis kebudayaan, dimana totokromo ataupun unggah-unggah seolah hilang, dalam artian wong jowo tur ilang jawane (orang Jawa tapi hilang adat Jawanya). Seiring dengan kemajuan tekhnologi saat ini, dimana generasi milenial terlalu sibuk dengan dunianya sehingga mereka lupa dengan tradisi dan budaya leluhur.
“Sebenarnya etika itu sangat penting sebagai identitas moral, dan itu perlu keteladanan yang tulus, bukan basa-basi. Sayangnya, kalau sudah menyangkut politik semuanya hanya lipstik saja,” pungkas Ki Suwondo.
Tentunya ini menjadi keprihatinan kita bersama dan perlu adanya perhatian khusus dari Pemerintah, baik pusat maupun daeah untuk membina generasi saat ini dan mendatang agar mereka lebih cinta dengan Tradisi dan Budaya nenek moyang.
“Dunia wayang dari tahun ke tahun, hingga sekarang berkembang pesat sekali. Tidak monoton Wayang Purwa saja, namun juga jenis-jenis wayang yang lain seperti, Wayang Golek, Wayang Kancil, Wayang Wacinwa, dan lain sebagainya. Wayang tidak akan punah. Ini pas, ndan salut sekali dengan ditetapkan 7 November sebagai Hari Wayang. Saya berharap untuk generasi milenial juga salut karena dengan media wayang, generasi kita berpacu dengan kreatifitas masing-masing,” ucap Ki Yuwono, seniman dan budayawan yang juga sebagai Ketua 3 Pepadi DIY.
Arifin/MN