LimasisiNews, Pematang Siantar (Sumut) –
Menyikapi tindakan represif security PTPN III terhadap petani dan masyarakat, pada Rabu (25/01/2023) lalu memunculkan duka pada organisasi keagamaan. Tindak kekerasan yang dilakukan security PTPN III Unit Kebun Bangun Pematang Siantar terhadap petani dan masyarakat Kampung Baru Gurila yang banyak memakan korban ibu-ibu, anak kecil dan mahasiswa, menjadi pembahasan hilangnya rasa humanisme di Kota Pematang Siantar.
Hingga pada Selasa (31/01/2023) Ephorus HKI dan Nahdlatul Ulama menggelar pertemuan. Silaturrahmi ini langsung dihadiri oleh Ketua Pimpinan Cabang (PC) Nahdlatul Ulama Kota Pematang Siantar, H. Maranaik Hasibuan, M.A., didampingi Sekretaris dan Pengurus Harian lainnya, dan dihadiri langsung oleh Ephorus HKI Pdt. Firman SIbarani, M.Th., Pdt. Etika Saragih, Pdt. Berlian Saragih, juga Komter Sihaloho selaku Sekretaris HKI.
Dalam pertemuan itu, kedua tokoh agama tersebut sama-sama sangat kecewa atas terjadinya kekerasan oleh pihak PTPN III, serta lambanya pihak aparat keamanan dalam menenggarai konflik yang ada.
Di sisi lain, mereka juga menyayangkan sikap acuhnya Pemerintah Kota (Pemko) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Pematang Siantar atas konflik yang ada di Kelurahan Gurila.
H. Maranaik Hasibuan, M.A. yang dalam kesehariannya bersikap gembira ini mengajak Pemko, DPRD maupun aparat Kepolisian dan PTPN 3 untuk bersikap bijaksana dan mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan dalam setiap menangani permasalahan yang menyangkut masyarakat banyak, apalagi yang berkaitan dengan hajat hidup warga.
Baginya NU terpanggil dalam 2 hal yakni ukhuwah insaniah (persaudaraan sesama manusia) dan Ukhuwah wathoniyah (persaudaraan sebangsa setanah air). Ini yang harus disadari hingga kita harus saling menghormati dan mengedepankan adab dan musyawarah dalam menyelesaikan setiap masalah.
Agama apapun melarang pendekatan-pendekatan kekerasan sebagai sebuah jalan keluar. Yang ada jika kekerasan dilakukan akan menimbulkan masalah baru.
“Saya tidak percaya jalan buntu. Dalam musyawarah, ketika musyawarah itu didasari dengan niat yang tulus, ikhlas, dan jujur untuk mencari penyelesaian, bukan dengan memperkuat argumen dan saling memenangkan kepentingan sendiri pasti ada jalan keluar terbaik,“ ujarnya.
Ketua Nahdlatul Ulama juga meminta agar Pemko dapat bersikap bijaksana dalan hal ini, dan DPRD sebagai perwakilan rakyat dapat mengawal kepentingan rakyatnya.
Pihak kepolisian sebagai instrumen penegak hukum tidak boleh pilih kasih apalagi melakukan keberpihakan terhadap golongan tertentu.
“Pemko dan PTPN III, kan, adalah Pemerintah/instrumen negara, negara yang harus mendorong kemajuan untuk rakyatnya,” ujarnya.
Sementara itu, Ephorus HKI, Pdt. Fitman Siburian, S.Th., menyampaikan bahwa pihaknya juga sangat menyayangkan kekerasan oleh PTPN III dan kesan pembiaran yang dilakukan pihak aparat kepolisian. Dirinya sudah lama mengikuti permasalah warga Gurila dan telah menyurati pihak terkait dan akan tetap berupaya mendorong pihak Pemko dan kepolisian segera menyelesaikan kasus kekerasan maupun pemanfaatan lahan.
AH/ed. MN
Discussion about this post