LimaSisiNews, Yogyakarta –
Pada tahun 2010-2011 rakyat DIY geger ketika pemerintah dibawah kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mewacanakan pemilihan kepala daerah (baca gubernur dan wakil gubernur) secara langsung seperti daerah daerah lain di wilayah Republik Indonesia.
Selama ini di DIY bahwa gubernur adalah identik dengan Sultan Kraton Ngayogyokarto yang bertahta dan wakil gubernur adalah Pakualam yang bertahta di Kadipaten Puro Pakualaman. Ketika Pemerintah Pusat dibawah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mewacanakan pemilihan kepala daerah maka dapat tersampaikan di rakyat Yogyakarta bahwa Presiden SBY akan menghapus keistimewaan DIY.
Isu dan wacana ini cepat berkembang dan menjadi titik point rakyat Yogyakarta bereaksi melawan dengan jargon mendukung penetapan. Gerakan ini sangat massif n didukung oleh mayoritas rakyat DIY dengan slogan slogannya pejah gesang nderek Sultan, kami pro penetapan, Sumber Bencana Yogyakarta (SBY) dan sebagainya. Massa aksi dengan gerakan gerakannya berhasil menekan DPRD DIY dan DPRD Se DIY untuk menyatakan sikap mendukung keistimewaan dengan penetapan vis to vis berhadapan dengan partai penguasa waktu itu Partai Demokrat. Terkecuali Kota Yogyakarta dimana Fraksi Demokrat di DPRD Kota Yogyakarta mendukung penetapan.
Gerakan tersebut bergulir sampai ke parlemen di Jakarta dan akhirnya di tahun 2012 berhasil disepakati lahirnya UU Keistimewaan DIY dengan ketua pansusnya Ganjar Pranowo.
Kekuatan rakyat berhasil memenangkan keistimewaan DIY sekali lagi rakyat adalah aktor utama pergerakan sosial dan politik kala itu.
Pasca UU Keistimewaan DIY maka jasa rakyat kepada Kraton Ngayogyokarto Hadiningrat dan Kadipaten Pakualaman sangat besar karena rakyat berhasil “mempersembahkan” segalanya kepada rajanya :
1. Jabatan politik : gubernur dan wakil gubernur seumur hidup
2. Uang yang berlimpah melalui dana keistimewaan
3. Tanah melalui pensertifikatan tanah tanah berdasarkan peta yang dibuat kerajaan Belanda (rijsblaad)
4. Struktur pemerintahan yang semakin memperkokoh kedudukan gubernur dan wakil gubernur.
Rakyat senang karena keinginan rakyat hanya satu bahwa dengan keistimewaan maka kebijaksanaan raja seperti yang ditunjukkan Sri Sultan Hamengkubowono ke IX dapat terjaga dengan semboyan yang terkenal tahta untuk rakyat.