LimaSisiNews, Yogyakarta (DIY) –
Hadirnya Perpol (Peraturan Kepolisian) Nomor 3 Tahun 2025 mengisyaratkan kebebasan pers kembali terkebiri dan akan terbelenggu oleh aturan yang sengaja dibuat agar pers tidak lagi bebas mengkritisi pemerintahan mau pun Aparat Penegak Hukum (APH).
Salah seorang aktivis 98 Dani Eko Wiyono menilai kalau beleid yang terbit 10 Maret 2025 itu melanggar prinsip kebebasan pers, negara hukum dan demokrasi. Karenanya bertentangan dengan Undang-undang (UU) Nomor: 40 Tahun 1999 tentang Pers dan UU Nomor: 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.
“Ini menandakan mereka ada rasa ketakutan atau anti kritik. Kalau aktifitas jurnalistik harus lapor ke kepolisian, itu artinya negara sudah tidak benar. Mereka sudah tidak punya nyali. Mereka hanya membuat susah rakyat saja,” ujar Dani yang juga sebagai Koordinator Aliansi Rakyat Peduli Indonesia (ARPI) ini, Selasa (08/04/2025).
“Polisi tidak perlu khawatir kalau memang tidak ada apa-apa. Tegas saya katakan, aktifitas jurnalistik tidak boleh dibatasi selama tidak melanggar aturan dan kode etik jurnalistik, karena pentingnya jurnalistik memberikan informasi dan kritik kepada Pemerintah,” tandasnya.