Lalu ada Kembar Mayang yang menandai bahwa pengantin laki-laki masih jejaka dan pengantin perempuan masih perawan. Selanjutnya juga ada Balangan Gantal. Gantal berupa lintingan daun sirih diikat dengan benang lawe berwarna putih sejumlah tujuh (empat dilempar oleh pengantin laki-laki, tiga dilempar oleh pengantin perempuan) dengan kelengkapan jambe, gambir, tembakau dan injet dalam satu wadah.
Adapun makna filosofis gantal beserta kelengkapannya yakni Jambe buah lebat hasil dari pohon Jambe yang menjulang tinggi lurus ke atas melambangkan orang yang berbudi luhur, berderajat tinggi, berkat kesungguhan kerja dan doa sehingga membuahkan hasil yang melimpah.
Ada juga Injět berupa bubuk putih yang merupakan hasil endapan dari proses rendaman batu yang memiliki banyak khasiat untuk kesehatan dan juga bermanfaat untuk membantu pengolahan makanan. Injet melambangkan buah pikir yang bersih yang diperoleh melalui kontemplasi. Buah pikir yang jernih tersebut bermanfaat untuk menyelesaikan segala urusan baik itu di lingkungan keluarga, kerabat, maupun masyarakat.
Selanjutnya ada Gambir yang berguna untuk menguatkan gigi serta mengingat rasa gambir yang semula pahit dan sepat kemudian menjadi agak manis berkat kunyahan, maka buah gambir di sini dimaknai sebagai harapan agar ketika pengantin menghadapi dinamika kehidupan yang terus berputar mereka tetap tahan menderita pahit yang dipercaya akan membuahkan sesuatu yang manis di kemudian hari.
Kemudian Tembakau tanaman pegunungan yang mampu bertahan dalam kondisi tanah yang ekstrim. Tanaman ini semakin hijau, dan membaik mutunya, serta mampu bertahan hidup di musim kemarau. Tembakau digunakan sebagai pelengkap dalam berbagai sajen. Dalam prosesi balangan gantal tembakau dimaknai sebagai harapan agar suami istri senantiasa waspada dan mawas diri sehingga akan tetap dapat bertahan hidup meski dalam “suasana panas” akibat serangan dari gangguan roh jahat maupun kelabilan emosi.
Prosesi lainnya adalah Ngranupada yang artinya mencuci kaki. Di sini kaki pengantin laki-laki dibasuh oleh pengantin perempuan. Hal ini menunjukkan bakti seorang istri kepada suami. Selain itu, air bunga setaman yang dipakai untuk mengguyur kaki dimaknai sebagai penyingkir godaan. Lalu ada juga Mecah Tigan yang menunjukkan adanya warna putih dan merah melambangkan bercampurnya wiji kakung dan wiji putri yang kelak melahirkan anak dan cucu.
Busana yang dikenakan pada saat panggih bagi pengantin adalah dodot atau kampuh batik motif Indra Widagda Wariga Adi. Dalam kain batik motif Indra Widagda Wariga Adi termuat motif Indra Widagda dipadukan dengan motif Semen Kidang yang memuat harapan agar ajaran yang telah diperoleh dari orang tua dan para sesepuh dapat dijadikan pegangan hidup, sehingga mereka mampu berkelana dengan tangkas di belantara kehidupan.
Arifin