LimaSisiNews, Padang Lawas (Sumut) –
Assayuti Lubis SH, kuasa hukum sesalkan lambannya penanganan Polres Rokan Hulu (Rohul) atas perkara persetubuhan anak dibawah umur yang dialami kliennya PYS (14) seorang pelajar putri yang masih duduk dibangku SMP di Kabupaten Padang Lawas (Palas), Provinsi Sumatera Utara (Sumut) pada bulan Mei 2022 lalu.
Pengacara asal Palas ini juga mengatakan pihak keluarga telah melaporkan peristiwa yang dialami PYS ke Polres Rohul dengan bukti laporan registrasi nomor LP/B/205/VI/2022/SPKT/POLRES ROHUL/POLDA RIAU pada tanggal 10 Juni 2022 lalu, namun terduga pelaku RN warga Pawan, Kecamatan Rambah, Kabupaten Rohul itu melarikan diri dengan berstatus daftar pencarian orang (DPO) dan kasusnya pun mangkrak tanpa ada kejelasan.
“Penanganan kasusnya sejak awal berjalan dengan baik, namun pada proses penangkapannya cenderung lambat seolah menganggap kasus yang dialami PYS sepele sehingga terkesan memberi ruang kepada Rizal Nasution untuk kabur,” kata Assayuti. Selasa (08/04/2025).
Assayuti menjelaskan, jauh sebelum RN kabur, keluarga korban sudah mendapatkan kabar bahwa dia (terlapor) akan kabur. Selanjutnya info tersebut dikordinasikan kepada rekan-rekan kepolisian yang menangani kasus di Reskrim Polres Rohul.
“Tujuannya agar segera dilakukan pencegahan berupa penangkapan, karna surat perintah penangkapannya juga sudah terbit. Ternyata itu tidak dilakukan, hingga akhirnya yang dikhawatirkan pun terjadi beberapa minggu kemudian terlapor melarikan diri,” bebernya.
Alih-alih Satreskrim Polres Rohul melakukan penangkapan malah mengirim personil Bhabinkamtibmas mengunjungi kediaman RN padahal dia (terduga pelaku) sudah dilaporkan atas dasar Perbuatan Persetubuhan terhadap anak dibawah umur sesuai Pasal 81 UU No. 17 tahun 2016 tentang Penetapan Perpu No. 1 tahun 2016 Perubahan Kedua atas UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Jo. Pasal 27 UU ITE.
“Ini juga menimbulkan pertanyaan karna seolah-olah memberikan sinyal kepada terlapor untuk kabur, dan faktanya memang benar kabur hingga saat ini. Akibatnya, kasus mangkrak sejak tahun 2022 sampai saat ini, dan yang dirugikan adalah korban yakni hak utk memperoleh keadilan menjadi terhambat, padahal mestinya kasus seperti ini harus di prioritaskan,” ungkapnya.