Di Pasal 187A disebutkan: Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk mempengaruhi pemilih agar tidak menggunakan hak pilih, menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga suara menjadi tidak sah, memilih calon tertentu, atau tidak memilih calon tertentu sebagaimana dimaksud pada Pasal 73 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).
Mengenai gugur atau tidaknya Calon tersebut, Bayu mengatakan itu tergantung dari Komisi Pemilihan Umum (KPU).
“Terkait gugur atau tidaknya tergantung dari KPU karena terkait diskualifikasi yang termaktub pada UU pemilihan melekat pada pelanggaran administrasi Terstruktur, Sistematis, dan Masif (TSM). Namun, seharusnya jika ada putusan Inkrah dari pengadilan, bisa dijadikan dasar bagi KPU untuk mendiskualifikasi Paslon karena pada syarat calon pada pasal 7 huruf g disebutkan, tidak pernah dijatuhi pidana berdasarkan putusan pengadilan,” ujarnya.
“Terkait regulasi, Di pasal 164 ayat 8 UU Pemilihan dijelaskan: dalam hal calon Bupati/Walikota dan/atau calon Wakil Bupati/Wakil Walikota terpilih ditetapkan menjadi terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap pada saat pelantikan, yang bersangkutan tetap dilantik menjadi bupati/wali kota dan/atau wakil bupati/wakil wali kota, kemudian saat itu juga diberhentikan sebagai bupati/wali kota dan/atau wakil bupati/wakil wali kota,” pungkasnya.
Ar/Ed. MN