Saat dikonfirmasi awak LimaSisiNews.com terkait hal tersebut, Kasat Reskrim Polresta Sleman, AKP Riski Adrian mengatakan, agar sumbernya sama dari Humas Polresta Sleman, pihaknya saat ini tengah melakukan penyelidikan perkara tersebut. Sejauh ini 10 orang sudah diperiksa.
“Kami sudah melakukan pemeriksaan terhadap sepuluh orang saksi. Dari pihak dinas, PPK, dan penerima manfaat juga sudah kita periksa. Penyedia jasa juga sudah dipanggil minggu kemarin, tapi minta dijadwalkan ulang minggu ini,” kata Riski, Sabtu (15/03/2025).
Selain memanggil penyedia jasa yang melaksanakan proyek tersebut, Polisi juga meminta keterangan penyedia jasa serupa.
Hal ini penting dilakukan sebagai data pembanding. Sebab, Riski menduga, dalam perkara yang sedang ditangani itu ada dugaan ‘mark-up‘ (penggelembungan dana-red) atau selisih harga antara harga jual dengan harga beli.
Namun demikian, ia belum bisa berbicara detail mengenai modus yang terjadi. Apakah memang benar terjadi mark-up harga, fiktif atau pun modus lainnya. Sebab pihak Kepolisian masih harus meminta Audit Investigasi Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
“Dalam waktu dekat, kalau penyedia jasa sudah datang (memberi keterangan), akan kita ajukan AI atau Audit Investigasi ke BPKP untuk mengungkap penyimpangan, sekaligus menghitung potensi kerugian negara,” katanya.
Pengadaan WiFi gratis untuk padukuhan, komunitas dan pasar tradisional di Dinas Kominfo Sleman adalah proyek multi years yang pelaksanaannya lebih dari satu tahun.
Biaya program ini menggunakan anggaran tahun 2022 senilai Rp3.203.200.000,- sedangkan Rp5.374.950.000,- untuk anggaran tahun 2023.
WiFi gratis ini juga menjadi salah satu program prioritas dari Pemerintah Kabupaten Sleman.
TribunJogja.com/Ar/Ed. MN