Berbeda dengan Tamansari, situs Goa Siluman ini kurang populer walaupun untuk berkunjung ke sini tak dikenakan biaya sama sekali alias gratis. Meningkatnya pengguna media sosial di Indonesia juga memengaruhi pilihan wisata yang mungkin saja bangunan cagar budaya seperti situs Goa Siluman bukan berada di whistlist teratas.
Inilah yang membuat Dani menyayangkan, dengan danais yang begitu besar namun situs ini kurang diminati.
“Sumber dananya ada, tapi sumber daya manusianya tidak bisa mengelola dengan baik. Itu yang menjadi masalah di DIY,” tegas Ketua Konfederasi Serikat buruh Sejahtera Indonesia (K-SBSI) Korwil DIY ini.
Ia kemudian mempertanyakan transparansi dari dana keistimewaan ini. Selain itu, Ia melihat Pemprov DIY kurang maksimal dalam mempromosikan sejarah dari beragam cagar budaya di sana.
“Ketertarikan anak-anak sekarang lebih ke arah youtube. Pemerintah daerah harus membuat sejarah yang dikemas ke seluruh tingkat sekolah mempelajari hal tersebut,” tuturnya.
Dani mengusulkan, mungkin perlu mengubah sedikit kurikulum sekolah agar dapat mengentalkan budaya lokal di DIY “Bahasa Jawa, aksara Jawa, dan alat tradisional juga perlu dikembangkan,” tutupnya.
Arifin/ed. MN