Destinasi wisata dan kelompok sadar wisata (Pokdarwis) yang menerima dana hibah pariwisata jumlahnya lebih dari 100 kelompok. Setiap kelompok, nilai bantuan hibah pariwisata bervariasi mulai dari Rp 55 juta hingga Rp125 juta.
Tak cukup disitu, dana dugaan korupsi hibah pariwisata ini juga diduga mengalir ke salah satu saksi calon legislatif (caleg) dari PAN waktu itu. Sedangkan Kustini diketahui juga merupakan kader PAN dan dua orang terdekatnya juga merupakan anggota legislatif dari PAN yang salah satunya sang putra mahkota.
Sebelumnya, sudah diperiksa puluhan saksi baik dari Pokdarwis, Dinas Pariwisata dan perangkat desa. Dari sekian banyak saksi, terdapat 3 saksi kunci, dimana ketiga orang ini merupakan orang-orang terdekat “Raja Kecil” (sang putra mahkota) Sleman.
Seperti diketahui, ketiga saksi ini tercatat sebagai koordinator yang menentukan penerimaan bantuan hibah. Meski bukan termasuk ASN, namun ketiganya ini memiliki kuasa dari penguasa Sleman untuk mengintervensi Dinas Pariwisata.
Modus operandinya adalah pasca dana hibah dicairkan, diduga ada oknum yang dengan sengaja mendatangi kelompok wisata untuk meminta jatah fee. Bahkan, diduga sang oknum tersebut menyebut nominal persentasi dari total hibah yang diterima kelompok tersebut. Sang oknum mengaku diutus oleh oknum pejabat berpengaruh di lingkungan Pemkab Sleman. Alasannya, karena ikut membantu mendapatkan dana hibah tersebut.
Akibat dari kasus tersebut mengakibatkan Kerugian negara kurang lebih sebesar 10 miliar lebih (data terbaru belum dirilis oleh Kejari Sleman)
“Sampai saat ini masih teka-teki siapa Dalang di balik kasus dugaan korupsi dana hibah pariwisata Sleman ini belum juga terungkap. Mau sampai kapan kasus ini akan diungkap. Ini menandakan lemahnya penegakan hukum kita,” tandas Dani.
Sementara itu terkait kafe bawah langit,
Kafe yang berada di lingkungan RT 01 / RW 01, Desa Gantalan Kelurahan Minomartani , Kapenewon Ngaglik , Kabupaten Sleman Yogyakarta ini berjarak radius 500 meter dari pemukiman warga diresmikan buka pada bulan Desember 2021, 3 tahun yang lalu.
Berdasarkan hasil penelusuran, menemukan bahwa kepemilikan Kafe Bawah Langit ini merupakan milik dari sang putra mahkota, Putra Bupati Sleman Kustini Sri Purnomo bersama Trisuaka dan Bento Grup.
Kafe Bawah Langit ini bisa berdiri megah dan beroperasi diatas Tanah Khas Desa (TKD). Keberadaan Kafe Bawah Langit diatas TKD Gantalan ini sudah jelas melanggar aturan yang telah ditetapkan dan kenapa bisa Kafe ini bisa sampe beroperasi.
Sesuai Pasal 25 dan 32 Permendagri No. 1 Tahun 2016 yang melarang pemindahtanganan tanah kas desa selain melalui penyertaan modal badan usaha milik desa (BUMDes) dan tukar menukar untuk kepentingan umum.
Saat ini kafe tersebut memang sudah disegel (20 Maret 2023) dan tidak diperbolehkan untuk beroperasi lagi, namun lagi-lagi nama putra mahkota hilang dan persoalan kafe bawah langit tersebut seolah hanya jalan ditempat tanpa ada tindak lanjutnya.
Siapa pemilik sebenarnya, apa peran putra mahkota, apa jeratan hukumnya, itupun belum jelas, hanya sebatas penyegelan oleh satpol PP DIY. Penutupan kafe tersebut lantaran tidak mengantongi izin, sesuai dengan Pasal 54 Perda No 2 Tahun 2017 tentang ketertiban umum dan Perlindungan Masyarakat setiap usaha harus ada ijinnya terlebih dahulu.
Karena banyak bukti kejanggalan yang diterima akan keberadaan Kafe Bawah Langit, warga berharap agar keberadaan Kafe Bawah Langit ini dialih fungsikan sesuai dengan Undang Undang yang berlaku , dimana TKD itu tanah yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh pemerintah desa sebagai salah satu sumber pendapatan asli desa dan/atau untuk kepentingan sosial bukan kepentingan/keuntungan pribadi ataupun golongan.
AR