LimaSisiNews, Yogyakarta (DIY) –
Kepolisian Republik Indonesia (Polri) memastikan tidak ada unsur Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan (SARA) dalam kasus perusakan sejumlah nisan makam di kawasan Bantul dan Kota Yogyakarta.
Polisi kini menempuh jalur hukum yang mengedepankan pendekatan perlindungan anak, mengingat pelaku adalah remaja berusia 16 tahun, berstatus pelajar SMP (Sekolah Menengah Pertama).
Kepala Kepolisan Sektor (Kapolsek) Kotagede, AKP Basungkawa menegaskan, motif perusakan nisan ini tidak dilatarbelakangi oleh kebencian atau intoleransi terhadap kelompok agama atau etnis tertentu. ANFS, pelaku perusakan, melakukan aksinya sendiri, dengan tangan kosong dan menghancurkan satu makam keramik menggunakan batu besar.
“Dari hasil penyelidikan dan keterangan pelaku, kami tidak menemukan indikasi bahwa motifnya terkait SARA. Ini murni tindakan individual, dan pelaku tidak terafiliasi dengan kelompok atau paham tertentu,” tegas AKP Basungkawa pada konferensi pers di Mapolsek Kotagede, Selasa (20/05/2025).
ANFS dijerat Pasal 179 KUHP tentang penodaan atau perusakan makam dan tanda peringatan dengan ancaman hukuman satu tahun empat bulan penjara.
“Yang bersangkutan telah mengakui perbuatannya di tiga lokasi berbeda, yaitu TPU (Taman Pemakaman Umum) Baluwarti di Kotagede, TPU Ngentak di Banguntapan, dan pemakaman di Gedongkuning. Dia bertindak sendiri dan menggunakan tangan kosong serta batu besar untuk merusak nisan, terutama yang berbahan keramik,” ungkap AKP Basungkawa.
Menurutnya, dari hasil pemeriksaan awal, pelaku menunjukkan indikasi gangguan kejiwaan meski pun belum dilakukan pemeriksaan psikologis secara resmi. Kakak pelaku juga memiliki riwayat gangguan kejiwaan dan telah menjalani pengobatan jalan.
Pelaku juga kerap keluyuran pada malam hari dan tidur di luar rumah. Untuk itu, Polisi berencana menggandeng ahli untuk memastikan kondisi kejiwaan anak tersebut.
“Pelaku ini kesehariannya tidak tidur di rumah, dia jalan-jalan terus, nanti tidur di mana, kadang di gubuk dan sebagainya, pagi itu pulang ganti baju (lalu berangkat) sekolah. Ayahnya sudah meninggal, saat ini tinggal bersama ibu dan kakak. Dia empat bersaudara, kakaknya satu pisah rumah, yang dua masih serumah, salah satu kakaknya dari dua itu melakukan obat jalan,” jelas AKP Basungkawa.