LimaSisiNews, Sleman (DIY) –
Sidang perdana kasus dugaan money politics dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Sleman 2024 yang terjadi di Kalurahan Minggir, Godean mulai disidangkan kemarin, Rabu (18/12/2024) di Pengadilan Negeri (PN) Sleman.
Ada lima tersangka yang menjalani sidang perdana kemarin, yaitu S, S, GAS, HS, dan P., di mana mereka tampak tidak didampingi kuasa hukum.
Dalam pemeriksaan saksi, tujuh orang dihadirkan, terdiri dari perwakilan Badan Pengawas Pemilihan Umum [Pemilu]-(Bawaslu) Sleman, warga, dan Lurah Sendangmulyo.
Terkait pemanggilan Ketua Koalisi Pasangan calon (Paslon) Bupati dan Wakil Bupati terpilih – nomor 02 – (Harda Kiswaya – Danang Maharsa), Koeswanto, kapasitasnya hanya sebagai saksi yang dianggap mengetahui kejadian tersebut.
Menyikapi hal tersebut, kuasa hukum paslon 02, Iwan Setyawan, kepada awak media ini menjelaskan, kalau bicara hukum, sistem hukum, perkara tersebut di Indonesia sudah diatur di dalam undang – undang.
“Kalau seperti ini, kan, kita bicara terkait hukum, bicara sistem. Nah, di Indonesia ini, kan, sudah ada Undang-Undang (UU) tentang Money Politics yang tertuang dalam UU Nomor: 10 Tahun 2016. Itu yang mengatur tentang Pilkada, termasuk di situ di dalamnya ada larangan untuk bermain money politics yang tertuang dalam pasal 187 A yang terdiri dari 2 ayat,” jelas Iwan, Kamis (19/12/2024).
“Di dalam Undang-Undang itu sudah jelas ancaman hukumannya yaitu penjara minimal 3 tahun dan maksimal 6 tahun, dan denda minimal Rp200 juta, maksimal Rp1 miliar,” imbuhnya.
“Yang perlu dipahami oleh masyarakat bahwa hal itu adalah sistem yang negara buat. Ketika ada seseorang yang melakukan itu, itu tidak lagi orang berhadapan dengan orang, akan tetapi orang lawan negara karena yang buat Undang-Undang itu adalah negara. Jadi yang perlu diingat bukan terus seperti ini. Nanti yang melakukan adalah salah satu pendukung paslon setuju damai, ini tidak ada urusannya karena yang dilawan adalah negara. Tapi nanti para pengambil kebijakan antara hakim, jaksa dan lain-lain mungkin punya hati nurani sehingga bisa menimbang karena hakim punya hak untuk itu,” papar Iwan.
Menurutnya, ketika terjadi money politics seperti ini mereka ribut. Yang kasihan rakyat yang jadi korban oleh para elit politik karena itu permainan para elit politik. Akhirnya rakyat yang menjadi korban. Sedangkan kalau melihat tujuan diadakannya Pilkada, seharusnya untuk kesejahteraan rakyat agar rakyat ini punya pemimpin, punya kepastian dan ada yang memimpin.