(Catatan: Kamsul Hasan)
LimaSisiNews, Jakarta (DIY) –
Catatan soal wartawan bantah wartawan berkembang menjadi diskusi “Kenapa Ada Wartawan Pemadam Kebakaran (Damkar)”.
Wartawan Damkar yang dimaksud di sini bukan peliput peristiwa “Jaya 65”, kata sandi kebakaran tetapi ingin memadamkan karya jurnalistik lain.
Medianya tak menulis kasus awal yang diberitakan pers lain. Namun bantahan si pejabat ditulis beramai-ramai bahkan menghakimi pemberitaan pertama.
Ada lagi yang membuat saya tertawa. Alasan menyerang berita pers lain karena disebut wartawan yang menulis belum (lulus-red) UKW (Uji Kompetensi Wartawan).
Padahal yang harus diuji adalah bukan penulisnya sudah UKW atau belum tetapi apakah karya jurnalistiknya taat rambu pemberitaan atau tidak.
Merujuk ke Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang (UU) tentang Pers, rambu pemberitaannya adalah asas praduga tak bersalah, kesusilaan dan penistaan agama.
Selain itu, ada perintah Pasal 7 ayat (2) UU tentang Pers, wartawan harus memiliki dan mentaati Kode Etik Jurnalistik (KEJ).
Ada rambu dari Pasal 19 UU SPPA (Sistem Peradilan Perlindungan Anak-red) yaitu tidak mengungkap identitas Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH) yang kemudian oleh Dewan Pers dibuat Pedoman Pemberitaan Ramah Anak (PPRA).