LimaSisiNews, Yogyakarta (DIY) –
Pemerintah sebenarnya bisa mendesak pengusaha untuk menyejahterahkan buruh. Hal itu disampaikan oleh Dani Eko Wiyono, Ketua Kordinator Wilayah Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Menurut Dani, dalam banyak kasus, saat meraup untung, pengusaha justru diam, tetapi kalau rugi, langsung dikatakan kepada buruh.
“Ketidakterbukaan inilah,” kata Dani, “yang membuat buruh marah.”
Ia juga pernah mengusulkan agar buruh yang sudah permanen untuk diberi saham.
“Dikasih berapa persen dari keuntungan itu dan tahu pembukuan perusahaan. Buruhnya dapat 30 persen dari total keuntungan, lalu dibagikan,” kata Dani kepada awak LimaSisiNews, Minggu (09/04/2023).
“Logikanya,” sambung Dani, “buruh pada akhirnya akan merasa dimanusiakan dan dipedulikan sehingga mereka akan berdoa setiap hari agar perusahaannya terus tumbuh dan berkembang pesat.”
“Yang dipikir pengusaha, bagaimana untung sebanyak-banyaknya, tapi tidak memikirkan akarnya. Itu yang saya akan coba mencari cara untuk sampaikan bahwa tidak ada yang namanya pohon berbuah lebat kalau akarnya tidak dirawat,” imbuh Dani yang juga calon legislatif (caleg) DPR RI dari Partai Demokrat ini.
Ia mengungkapkan bahwa banyak sekali kasus di Jogja yang sebetulnya Disnaker (Dinas Ketenagakerjaan) bisa menekan pengusaha itu dengan baik agar mereka tidak main-main dengan nasib buruhnya sendiri.
“Sayangnya, Pemerintah tidak hadir pada saat ada masalah di perburuhan,” ungkap Dani.
Dia menjelaskan bahwa itu terjadi karena jumlah pengawas tenaga kerja di DIY itu 23 orang sedangkan ada 5.000 perusahaan yang ditangani.
“Kan, nggak ‘make senses’. Nah, pengawas tidak ada di kabupaten/kota, hanya ada di tingkat Provinsi, itu juga menjadi permasalahan,” paparnya.