LimaSisiNews, Medan (Sumut) –
Meski sudah berumur 84 tahun, Saparuddin masih ingat betul awal mula penggarapan lahan PT. Perkebunan Nusantara (PTPN) IV di Nagori Bah Kisat, Kecamatan Tanah Jawa, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara.
Kakek Sapar, sapaannya, merupakan wakil ketua kelompok 17 yang merupakan penggarap pertama areal lahan tersebut. Mereka menamakan diri Pendawa Lima dan beranggotakan 17 orang.
“Dulu PTPN masih menanam kebun teh di situ, kemudian baru jadi kepala sawit. Waktu zaman saya, kami menanam sawit juga dulu,” kata Sapar, Kamis (15/12/2022).
Setelah puluhan tahun menggarap, Sapar dan kawan-kawan (dkk) kemudian berdialog dengan pihak PTPN dan menghasilkan kesepakatan. Penggarap bersedia meninggalkan lahan seluas 65 hektar, namun dengan ketentuan perusahaan menyediakan lahan untuk mereka di tempat berbeda. Luas lahan pengganti disepakati sekitar setengah dari total luas lahan yang digarap.
Akan tetapi, terjadi persoalan yang menyebabkan kesepakatan itu tidak berjalan mulus. Para penggarap kemudian memutuskan kembali menduduki areal lahan sebelumnya.
“Jadi kami ramai-ramai balik lagi. Kalau tidak salah itu 1996 kami balik. Namun jumlahnya sudah lebih banyak saat itu,” kata Sapar.
Lambat laun, kelompok penggarap kemudian mengklaim kepemilikan lahan yang membuat PTPN IV menempuh jalur hukum. Perusahaan menggugat klaim Kelompok Tani Pendawa Lima ke Pengadilan Negeri Simalungun.
Berdasarkan putusan Nomor: 09/PDT/G/1997/PN-Sim tanggal 23 Maret 1998, pengadilan menyatakan areal yang digarap seluas 105,27 hektare merupakan milik PTPN IV. Penggarap dihukum untuk mengosongkan lahan sekaligus membongkar tanaman dan bangunan di lokasi.
Sapar dkk kemudian mengajukan banding. Namun pengadilan tetap memenangkan PTPN IV dengan amar putusan Nomor: 401/PDT/1998/PT MDN. Penggarap mencoba memonon kasasi ke Mahkamah Agung dan kembali ditolak berdasar putusan Nomor 24K/PDT/2000.
Tekad Sapar dkk untuk tetap menguasai lahan garapan tersebut akhirnya terhenti setelah permohonan Peninjauan Kembali ditolak Mahkamah Agung dengan amar putusan Nomor 251PK/PDT/2009.